Bersama Mewujudkan Kesehatan Haji yang Berkualitas

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Dalam rangka meningkatkan kompetensi calon Petugas haji yang berkualitas, Program Studi Pendidikan dokter FKIK UIN Malang berinisiatif mengadakan seminar dengan tema “Bersama Mewujudkan Kesehatan Haji yang Berkualitas”. Pada tanggal 29 November 2016, di Auditorium Gedung B, Kampus II UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Seminar yang ditujukan bagi para tenaga kesehatan ini, akan didukung oleh narasumber yang kompeten, diantaranya adalah Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia, Kantor Kesehatan Pelabuhan Tingkat 1 Surabaya, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, serta para pakar kesehatan haji.
Seminar ini dibuka oleh Wakil Rektor I yaitu Dr. H. M. Zainuddin, M.A, dan dilanjutkan sambutan oleh dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOk, PhD dari Pusat Kesehatan Haji Kemenkes RI, dalam sambutannya beliau menyampaikan sedikit tentang konsep pembelajaran kurikulum dan modul terkait Kesehatan Haji. Setelah sambutan diadakan penandatanganan MOU antara UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan Pusat Kesehatan Haji Kemenkes RI.
Pada Seminar ini dibagi dalam 2 Sesi, sesi Pertama dari Pusat Kesehatan Haji Kemenkes RI dan Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (PERDOKHI), Selanjutnya sesi Kedua dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Tingkat 1 Surabaya dan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
Masyarakat Muslim Indonesia yang menunaikan ibadah haji memiliki risiko kesehatan yang cukup tinggi. Dengan jumlah jamaah haji yang sangat besar menyebabkan waktu tunggu untuk menunaikan Ibadah Haji menjadi kian lama. Dengan demikian jumlah calon jemaah haji yang berisiko tinggi masalah kesehatan makin banyak. Padahal kesehatan merupakan satu dari tiga syarat istita’ah (kemampuan) dalam beribadah, selain kemampuan materi dan ilmu agama.
Menurut dr. Muchtaruddin Mansyur, tujuan yang ingin dicapai oleh setiap jemaah haji adalah menjadi haji yang mabrur. Syarat berhaji adalah istithaah (memiliki kemampuan), yaitu Jasmaniyah, amaliyah dan ubudiyah (jasmani, rohani, ekonomi dan keamanan). Istithaah dari aspek kesehatan adalah bebas Cedera, Sehat dan Bugar. Penetapan Istithaah sebagai indikator pencapaian pembinaan kesehatan, sehingga setiap jemaah mempunyai kemampuan fisik dan mental untuk menjalankan ibadah haji dengan lengkap. Oleh karena itu, faktor-faktor determinan harus dapat diidentifikasi dan diantisipasi dari awal. Hasil pemeriksaan kesehatan akan menjadi dasar pembinaan kesehatan dengan pendekatan five level prevention yaitu : Health Promotion, Specific Protection, Early Diagnostic and Prompt Treatment, Disability Limitation, Rehabilitation
Gambaran umum jemaah Haji Indonesia Tahun 2016 berdasarkan Pendidikan sebagian besar masih dari tingkat Sekolah Dasar atau berpendidikan rendah, dan pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga. Untuk menanggulangi Hal tersebut Maka PUSKES haji Menggerakkan tenaga kesehatan haji yang diagi atas 4 tim; yaitu Team Promosi dan Preventif, Team Kuratif dan Rehabilitatif, Team Gerak Cepat, dan TKHI di kloter. Pada tahun ini tenaga kesehatan Haji Indonesia Apresiasi dan Peghargaan The Ambasador of Health Awareness in Hajj season 1437 H, Ujar dr. Muchtaruddin Mansyur.
Untuk pemateri berikutnya yaitu Dr. dr. Fidiansjah Mursjid, SpKJ, MPH, lebih menekankan pada Peranan Perdokhi dalam pengembangan ilmu Kedokteran Haji, dimana Perhimpunan ini Bersifat otonom & berada dibawah IDI. Pembinaan kesehatan untuk berperilaku CERDIK dalam mengatasi Masalah Kesehatan secara HOLISTIK (Fisik, Mental, Spiritual dan Sosial)
Siklus yang berkesinambungan dalam rangkaian penyelenggaraan kesehatan haji pada masa lalu masih dirasakan lebih menitikberatkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif selama di Arab Saudi. Hal ini dipengaruhi oleh belum optimalnya pemeriksaan dan pembinaan kesehatan saat di tanah air yaitu Pra Embarkasi dan Embarkasi. Oleh karena itu sesuai dengan paradigma sehat yang lebih menitikberatkan aspek promotif dan preventif dalam penyelenggaraan kesehatan haji maka siklus berkesinambungan ini perlu diubah dengan lebih mengoptimalkan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan jemaah selama di tanah air (pra embarkasi dan embarkasi) untuk memperkuat pelayanan kuratif dan rehabilitatif saat di Arab Saudi. Dengan demikian input yang dipersiapkan betul-betul telah sesuai dengan tingkat kesanggupan dan kemampuan jemaah yang optimal agar bisa menjalankan ibadah haji dengan baik dan benar serta meraih haji mabrur. Aamiin YRA.